Pencapaian di Tahun 2022

December 31, 2022

Tahun 2022, sebentar lagi berakhir. Waktu sangat cepat berlalu, ya. Usia juga semakin bertambah, tidak terasa juga beberapa bulan lagi usiaku 31 tahun. Jika aku masih Dhira yang dulu, mungkin aku terus merasakan kekecewaan di setiap akhir tahun. Karena dulu, standar bahagiaku itu selalu melihat pencapaian orang lain: Teman-temanku sudah menikah, aku cerai hampir tujuh tahun lalu dan belum Allah izinkan menikah lagi. Teman-temanku juga sudah banyak yang memiliki keturunan, aku belum. Dulu, adikku melangkahi aku menikah, tahun depan In Syaa Allah adik bungsuku juga akan menikah, beberapa hari sebelum usiaku 31 tahun. Teman-temanku yang dulunya janda, juga sudah banyak yang bertemu dengan pasangan hidup barunya, sedangkan Allah belum berkenan memberikan, patah hati berulang kali di tahun ini; berkali-kali tidak jadi menikah, bertemu pria yang aneh-aneh dan lain sebagainya. 

Jika standar pencapaianku menikah dan memiliki keturunan, jelas aku gagal total.

Atau mungkin melihat teman-temanku yang sudah lulus S1 dan ada yang bahkan lulus S2. Sedangkan aku, dulu kuliah psikologiku tidak aku selesaikan dan Allah memilihkanku jalan yang lain. 

Jika standar pencapaianku adalah lulus kuliah, bekerja di perusahaan bergengsi, lagi-lagi aku gagal.

Pada akhirnya, Allah mengizinkan aku untuk menempuh pendidikan formal kembali, di saat usiaku 30 tahun. Di jurusan yang jauh berbeda dengan yang aku pelajari selama ini, dengan bahasa yang berbeda pula. Aku, si anak IPS yang tidak pernah menyentuh dunia IPA khususnya dunia medis, tiba-tiba Allah buatkan jalan baru dalam hidupku untuk menempuh pendidikan selama tiga tahun menjadi seorang perawat di negara asing. Hampir setiap hari aku menangis, karena sulitnya memahami istilah-istilah medis dengan Bahasa Jerman. Nilai ujianku naik turun, bukan karena aku tidak paham, tetapi aku masih kesulitan menjelaskan semuanya menggunakan kalimat Berbahasa Jerman.

Jika standar pencapaianku adalah nilaiku lebih baik dari teman-temanku sesama orang asing, berarti aku gagal lagi.    

Aku kira, tahun ini adalah tahun di mana Allah mengizinkan aku untuk menikah kembali. Ternyata Allah ingin aku merasakan patah hati berulang kali. Bahkan aku perlu menerima kenyataan bahwa pria yang aku kira memiliki perasaan yang sama denganku, tiba-tiba berubah arah dan Allah tidak mengizinkan jantungnya berdetak lagi untukku. 

Aku perlu berjuang, melatih dan mendidik diriku sendiri ribuan kali untuk tetap tenang, untuk tetap mengontrol diriku sendiri. Berputar arah agar hatiku tidak terlalu fokus untuk dirinya tetapi berlari menuju Allah. Memohon, meminta kepada-Nya, untuk memberikan karunia kepada hatiku agar lebih mencintai-Nya, menerima pilihan-Nya dan menyayangi-Nya melebihi apa pun di dunia ini.

Jika standar pencapaianku adalah pria yang aku sukai terus menerus menyukai aku juga, aku gagal untuk ke sekian kalinya.
Kalau standarku selalu begitu, I failed in every aspect of my life then. 

Pada akhirnya aku belajar dengan tempaan hidup yang Allah berikan, bahwa rencana-Nya itu unik dan tidak untuk aku tebak-tebak. Seandainya, aku terus menerus membenci semua yang Tuhanku pilihkan untukku, sudah jelas, aku akan depresi, tidak pernah menikmati hidup dan tidak mampu melihat rencana indah-Nya yang Tuhanku berikan untukku.

Aku sadar sekarang bahwa memberikan standar kesuksesan dengan membandingkan kondisi diri dengan orang lain, itu tidaklah tepat. Karena apa yang orang lain miliki itu tidak berada dalam kontrolku melainkan berada dalam kontrolnya Allah.

Maka deskripsi standar keberhasilan hidupku, aku ganti.

“Selama aku bisa mensyukuri dan menerima apa yang Allah pilihkan dalam hidupku setiap harinya, tandanya aku sukses, aku berprestasi karena berhasil melatih dan mendidik diriku sendiri.” 

Aku berhasil meyakinkan diriku sendiri bahwa Tuhanku ini menyayangiku melebihi siapa pun di dunia ini. Jadi, ketika Allah memutuskan bahwa melanjutkan sekolah itu lebih baik untukku sekarang dibandingkan menikah, maka memang begitulah kenyataannya.

Tidak pernah aku duga sebelumnya, bahwa aku mencintai apa yang aku kerjakan sekarang ini. Memang, berat melalui prosesnya. Dunia medis adalah dunia baru untukku, tetapi aku berhasil mengajari diriku sendiri dengan banyak sudut pandang lain betapa menyenangkannya pekerjaan ini. Kalau memang kesulitan dalam mempelajari bahasanya, ayo Dhir belajar puluhan kali lebih giat dibandingkan teman-temanmu lainnya. Aku kirim email ke para guruku untuk meminta diberikan rekomendasi buku tambahan yang bisa aku baca, bertanya banyak hal ke pembimbing praktikumku segala hal yang tidak aku pahami di tempat praktikum dan di sekolah, meminta tolong kepada temanku yang lebih pandai Bahasa Jermannya untuk mengajariku dan lain sebagainya.

Aku berprestasi, karena aku tidak marah, tidak kecewa berkepanjangan ketika mengetahui fakta bahwa adikku dan teman-temanku lainnya menikah lebih dulu dibandingkan aku. Ini prestasi menurut standarku sehingga aku lebih mudah untuk bersyukur dan melakukan apa yang Allah sukai.

Aku berhenti berperan sebagai korban. Karena aku memang bukan korban dan orang lain bukanlah pemeran antagonis. Jadi, aku berhenti untuk merasa bahwa masalahku lebih berat dibandingkan orang lain dan tidak lagi berkata: “Ya dia kan enak soalnya...” Aku bukanlah orang yang nelangsa dan paling sial karena Tuhanku menciptakanku dengan penuh kasih sayang. Jadi apa pun yang Allah pilihkan dalam hidupku adalah wujud kasih sayang-Nya untukku dan menjaga hati untuk berprasangka baik kepada Allah dan orang lain adalah kewajibanku untuk mendidik diriku sendiri. 

Di akhir tahun ini, aku merasa berhasil, merasa berprestasi melakukan semua itu, semuanya bukan karena aku hebat, tetapi semuanya karena Allah yang mengizinkan keberhasilan dan prestasi ini untukku. 

Allah yang mengizinkan hatiku ini menjadi lebih luas kesabarannya. 

Allah yang memilihkan agar aku tinggal sendirian di negara asing, tetapi Allah juga yang memilihkan tempat tinggal yang terbaik. Beberapa bulan setelahnya aku baru mengetahui, rumahku meskipun jauh dari mana-mana, banyak rekan-rekan kerja seniorku yang ternyata tetanggaku. Sehingga, aku bisa bareng dengan mobil salah satu dari mereka saat berangkat kerja.

Allah memilihkan aku tinggal di kota kecil ini. Tetapi kota ini ada masjidnya, loh. Jadi, aku bisa belajar Al-Quran dengan istri Imam Turki di sini. Meskipun, aku harus jalan kaki 30 menit dari rumahku (di daerah rumahku jarang ada kendaraan umum), aku bayangkan dosaku berguguran saat berjalan menuju masjid.

Allah tahu, aku tidak begitu suka sekolah (karena banyak trauma yang aku terima saat aku menempuh pendidikan dari kecil sampai dewasa). Maka Allah pilihkan sekolah yang jauh dari rumah tetapi guru-gurunya ramah, siap membantu kalau aku butuh pertolongan, bahkan Allah kirimkan tiga teman-temanku sesama orang asing (Turki, Aljazair, Kosovo) untuk belajar di sekolah dan di kelas yang sama pula untuk mendampingiku sehingga aku tidak terlalu panik saat menempuh pendidikan. Berangkat sekolah tidak perlu naik bus, karena bisa berangkat bareng dengan mobil teman sekelasku.

Allah yang tahu semua kebutuhanku. Ketika aku kesulitan membawa barang belanjaan karena rumahku jauh, Allah izinkan aku memenangkan permainan di acara tempat kerjaku sebuah troli besar yang bisa aku tarik dengan mudah. Sehingga, aku bisa meletakkan semua barang belanjaanku di situ.

Allah yang paling mengenal aku, karena Allah yang menciptakan aku. Sehingga, Tuhanku ini memahami semua kebutuhanku dari A sampai Z. Menikah belum menjadi kebutuhanku mungkin, maka Allah berikan kebutuhanku yang lain. Allah kirimkan bantuan berupa orang-orang baik di sini untuk mendampingiku: Rekan kerjaku baik, atasanku super duper baik, teman-temanku siap support, guru-guruku selalu siap menjawab pertanyaanku, nenek dan kakek di tempat kerjaku super duper sayang denganku.

Dengan mengubah definisi standar pencapaianku, hidupku berubah jauh lebih bahagia dibandingkan sebelumnya. Karena aku terus berusaha melibatkan Allah dan Nabiku di setiap standar pencapaianku: Allah sukakah dengan apa yang aku lakukan? Nabiku banggakah dengan apa yang aku perbuat?

Aku bahagia, karena aku tidak pernah memisahkan kehidupanku dengan Tuhanku. Aku punya Allah, maka aku selalu baik-baik saja.

Terima kasih Allah, karena sudah mengizinkan aku berhasil dan berprestasi di tahun ini. Semoga Engkau suka, semoga Engkau ridha. I Love You, Allah!


You Might Also Like

7 comments

  1. Ka Dhira, terima kasih karena meskipun aku mengenal Ka Dhira melalui kata-kata tapi itu memberikan kehangatan yang sampai ke dada. Mengingatkanku bahwa Allah lah sebaik-baik perencana. Mengingatkan untuk senantiasa berprasangka baik pada setiap takdir Allah. Semoga Allah senantiasa menjaga Ka Dhira 🤍

    ReplyDelete
  2. Ka dhira terimakasih banyak, tulisannya selalu nyampe pada pembaca seperti aku. Hangat,teduh dan relate sama hidup. Aku jauh lebih bersyukur Allah mengenalkan kak dira pada satu fase dalam hidupku meski melqlui tulisan2 indah kak dhira bterimakasih juga sudah banyak menyadarkan bahwa betqpa hebatnya mencintai Allah setulus hati dan meletakkan rasa cinta pada Allah diatas segalanya. Semoga Kak dira terus Allah berkahi dan rahmati hidupnya. Semoga Allah juga berkenan temukan aku dgn kak dhira. Barokallah kak

    ReplyDelete
  3. Barakallahu fiik kak dhira 😘 Tulisannya membuat aku terharu, menyentuh kalbuku dengan lembut dan hangat 💚 Luvvv

    ReplyDelete
  4. Terimakasih Dhira, ❤️

    ReplyDelete
  5. MasyaAllah Tabarakallah diawal tahun membaca tulisan ka dhira ini... Walaupun tidak semua ku baca tapi pesan penting dari tulisan ini sudah cukup tersampaikan dan membuatku semakin tersadar dan semoga menambah tetap semangat dan senantiasa berhusnudzon pada Allah. .. Setiap yang Allah rencanakan adalah yang terbaik untuk hambaNya sesuai dengan porsinya masing2... Setiap orang memiliki deskripsi sukses sesuai dengan versi terbaiknya... Jazakillah khairan khatsiran.. Barakallahufiik kak dhira... Semoga senantiasa istiqomah dalam kebaikan dan dalam lindungan Allah sehat selalu ya kak❤

    ReplyDelete
  6. Makasih kak, tulisannya bisa mengingatkan aku untuk menghargai dan mensyrukuri orang2 yg ada disekitarku saat ini. Semoga kita semua selalu ingat untuk bersyukur disaat sedih maupun senang. Semoga Allah jaga kak Dhira selalu ❤

    ReplyDelete

Like us on Facebook

Follow me on IG : @nadhiraarini