Aku berjalan ke arah ruang keluarga karena mendengar keributan kecil di sana. Di sana, dua anak kembarku sedang sibuk bertengkar meributkan sesuatu. Ingin rasanya aku berlari untuk melerai mereka berdua. Tapi ntah hati ini seolah-olah memintaku untuk mendengarkan dahulu dari jauh, apa isi perdebatan hebat kedua anak kembarku ini.
Semua mata tertuju pada microwave malang yang teronggok rusak tak berdaya. Bagian dalam microwave ini terdapat banyak percikan cairan lengket. Piringan berbentung bulat bening dari kaca yang biasanya berguna sebagai alas untuk menghangatkan segala hal di dalam microwave berwarna putih itu, bagian pinggirnya seperti meleleh meninggalkan jejak gosong berwarna hitam. “Ini kenapa piringan bulat bening dari kaca ini bisa kayak meleleh gini? Padahalkan dari kaca. Ini diapain emangnya?“ Suamiku, ayah bagi Az dan An mendelik marah ke arah kedua anaknya. “Ada yang bisa jelasin ke ayah, ini kenapa?“ Ujarnya tegas. Si kembar hanya berdiri tegak, tegang dan sibuk senggol-senggolan saling memberi kode supaya kembarannya yang bicara duluan.
Untuk Putri Dhira.
Putri pertama Raja Jamil Azzaini
Di Kerajaan Hatinya.
Putri pertama Raja Jamil Azzaini
Di Kerajaan Hatinya.
"Bunda, ini apa?" Tanya dua anak mungil, berusia enam tahun bersamaan. Kedua wajah mereka penuh bekas cat lukis warna-warni. Begitu juga dengan baju kotak-kotak mereka, penuh bekas cat lukis. Rambut hitam mereka acak-acakan dan mata mereka berkilat-kilat jahil.
"Itu album foto beberapa tahun yang lalu. Ketika ayah dan bunda masih terlihat lebih muda dari sekarang. Ketika kalian belum lahir, ketika ayah dan bunda belum menikah." Jawabku seadanya.
Senyum kedua anak itu merekah. Alis kanan anak yang satu terangkat satu dan alis kiri anak yang satunya lagi, terangkat satu, "Wow, An. Kita berhasil menemukan harta karun." Ujarnya melirik kembarannya.
Kembarannya terbahak, "Sepertinya begitu, Az".
Gue seneng nulis, dari dulu. Dari kecil malah.
Tapi kadang-kadang,
Gue nulis karena gue mau, klo lagi gamau, gue ga nulis.
Itulah permasalahan gue sebagai penulis.
"Nulis klo lagi mau, klo lagi ga pengen, ya ga nulis-nulis."
Makanya, tulisan di blog gue dulu itu, muncul kadang-kadang.
Gue nulis ketika gue 'mau' dan kalau gue merasa 'ada waktu'.
Padahal sebenernya salah. Itu hanyalah alasan gue belaka.
Tapi kadang-kadang,
Gue nulis karena gue mau, klo lagi gamau, gue ga nulis.
Itulah permasalahan gue sebagai penulis.
"Nulis klo lagi mau, klo lagi ga pengen, ya ga nulis-nulis."
Makanya, tulisan di blog gue dulu itu, muncul kadang-kadang.
Gue nulis ketika gue 'mau' dan kalau gue merasa 'ada waktu'.
Padahal sebenernya salah. Itu hanyalah alasan gue belaka.
Teruntuk Pangeranku tersayang,
Kamu tahu,
Hari ini aku menyadari bahwa,
Ada saatnya, di mana aku terdiam seorang diri menatap peta dunia di depanku dan sibuk menerka-nerka, di manakah keberadaanmu sekarang?
Di luar negerikah? Atau ternyata kau berada di Indonesia? Di Pulau Jawakah? Di pulau seberangkah? Atau yang lebih gila, kau sebenarnya ada di dalam jarak pandangku?