The Power of Tears

November 21, 2017

Volkert Family 18, dari sudut pandang : Itu...wanita yang membuat hati sepupuku yang dingin luluh lantak mencair di buatnya haha

Baca ini dulu sebelum melanjutkan (klik link) ~> Volkert Family & Sinopsis Cerita

Genre : Tragedy, Romance
Sinopsis : Air mata itu turun, dan keyakinan itu muncul sangat kuat di dalam hatinya.

Word Count : 1613 / 2000

Siang ini, awan gelap kembali datang. Sudah enam bulan lamanya, salju tidak ingin beranjak pergi dari kota ini. Angin dingin menyapaku setiap hari, berhasil menusuk hatiku yang masih basah oleh luka yang kembali terbuka. Memori buruk itu sering sekali datang tanpa diundang, memudarkan senyuman yang sedang berusaha aku kembangkan. Tidak ada seorangpun yang memahami betapa sakitnya rasa ini, semua temanku sibuk mempublikasikan kemesraannya bersama pasangan hidupnya dalam media sosialnya hampir setiap hari secara bergantian, satu persatu dari mereka menikah, melahirkan anak-anak yang manis, sedangkan aku sebaliknya. Lukaku terlalu dalam, menyembuhkan luka ini satu persatu sungguh butuh perjuangan. Aku tahu, jalan satu-satunya agar aku sembuh adalah dengan hadirnya pria baru dalam hidupku yang mampu mengganti memori buruk masa lalu, dan merubahnya menjadi indah. Pintu hatiku sudah terbuka lama, tetapi belum ada yang mampu mengisinya. Sepi. Hanya aku dan Allah penghuninya.

Hanya Allah satu-satunya saksi atas kejadian buruk itu, hanya Allah yang melihat bagaimana buruknya aku diperlakukan, hanya Allah yang melihat betapa kuatnya aku menahan beban. Fitnah tersebar layaknya virus yang menggerogoti hati manusia. Mereka berprasangka atas kejadian yang tidak pernah mereka rasakan, mereka berbicara secara sembunyi-sembunyi menuduhku sebagai wanita yang tak tahu aturan. Aku menangis, memohon kepada Allah untuk memberiku hadiah atas kesedihanku di hari itu. Allah mendengarnya, lalu memberiku hadiah yang tak pernah aku duga keesokan harinya. Sungguh, jika aku tidak memiliki Tuhan seperti Engkau ya Allah, hatiku mungkin sudah mati sebelum Engkau cabut nyawaku ini. 

Aku bertahan, karena aku percaya bahwa Allah terus menuntunku tanpa henti. Senyumanku selalu terlihat mengembang karena Allah berikanku anugerah kesabaran yang memancar kuat di sekeliling tubuhku. Semua orang mengatakan bahwa aku wanita yang kuat, semua orang mengatakan bahwa aku wanita yang hebat, wanita yang mampu melewati semua masalah berat itu dengan ketenangan yang tidak biasa. Aku tahu Allah yakin aku mampu, tapi Ya Allah sungguh berat rasanya jika badai besar tiba-tiba datang lagi menghempas keras hatiku ini. Memori buruk ini sungguh menyiksa. Ya Rabbi tolong, lindungi aku dengan pernikahan…lindungi aku dengan pernikahan…

Air mata yang berhari-hari berusaha aku tahan, jatuh sudah. Mengalir tak dapat aku hentikan. Tatapanku tertuju menatap langit gelap siang ini, berusaha berdialog dengan Tuhan yang Maha Mendengarkan. Aku tahu, Allah melihatku. Aku tahu, Allah mendengarkan. Di luar kereta, butiran salju turun seperti kapas seolah berusaha mengetuk jendela meminta izin agar diizinkan mengobati luka hatiku yang menganga. Mereka terhempas jauh dari jendela kereta, karena angin dingin mengatakan ‘tidak’.

Kedua mataku kini terpejam. Air mata terakhir, turun bersamaan dengan doa yang sedang aku panjatkan, “Ya Allah, Engkau tahu pasangan hidup seperti apa yang aku inginkan. Aku yakin, di belahan dunia manapun ada seseorang yang menurut-Mu cocok untukku. Maka jika aku boleh meminta, tolong pilihkan, tolong antarkan kepadaku pria yang baik untukku. Baik untuk agamaku, baik untuk duniaku, baik untuk akhiratku. Seseorang yang mampu mengajakku bersama menghabiskan waktu selamanya di surga-Mu. Aku percaya kepada-Mu, ratusan kali aku mengucapkan doa yang Rasulullah ajarkan kepada Ummu Salamah ketika kehilangan suaminya di medan perang. Lalu Engkau kabulkan doa Ummu Salamah dengan menghadirkan Rasulullah sebagai pendamping hidup barunya. Aku percaya, akan kekuatan doa itu. I deserve someone better. Aku percaya kepada-Mu melebihi apapun. Ya Allah, tolong bantu aku berdiri lagi, aku mohon…”

Ketenangan itu perlahan muncul kembali, berawal dari sebuah kepercayaan kepada Tuhan yang tak terlihat oleh kedua mata. Allah redakan badai yang bergejolak dalam hati ini, menggantinya dengan secercah cahaya harapan yang mendadak muncul seperti mentari yang mengintip di balik awan gelap siang ini. Kereta bawah tanah yang aku naiki, bergerak cepat memasuki lorong yang gelap. Ah, sebentar lagi aku harus turun…

Segera aku hapus air mata yang masih bertahan di kedua pipiku, kedua bibirku sekarang mengembang, menghiasi wajahku dengan senyuman. Senyuman yang ibuku selalu bilang ketika menatapku dengan kedua mata teduhnya, “Senyuman khas anak mama, cantik sekali. Senyuman manis yang wanita lain tidak punya. Hanya puteri mama yang punya.” Lalu ketenangan yang berminggu-minggu aku tunggu, menghampiriku lagi. Sekarang aku tahu, ketenangan itu harus dicari bukan dinanti. Allah berikan rasa tenang, jika aku meminta. Sayangnya, pikiran itu ntah kemana beberapa minggu terakhir ini. Sungguh, aku memohon ampun kepada-Mu, ya Allah…

Segera kubereskan semua barang yang aku bawa. Beberapa detik lagi aku turun. Syal hijau gelap yang sempat terlepas, aku lilitkan lagi di leher sampai menutupi hidung. Stasiun Aegidientorplatz sudah berada di depan mata. U-bahn1 nomor enam ini berhenti, pintu terbuka dan aku buru-buru melangkah pergi sebelum pintu otomatis itu tertutup kembali. Aku pergi menjauh tanpa menyadari bahwa sepasang mata elang dari dalam kereta mengawasiku pergi.

Seseorang yang sebenarnya cukup aku kenal, tanpa sengaja melihatku menangis. Air mata yang tak pernah aku tunjukkan kepada siapapun, tapi dengan kuasa-Nya Allah memilihnya untuk melihatnya. Seseorang yang sedari tadi berusaha payah menahan dirinya untuk tidak tergoda menghampiriku dan menghapus air mataku yang turun. Seseorang yang sudah berusaha mencari tahu tentang diriku dan berhasil mengetahui kejadian buruk apa yang pernah aku alami. Seseorang yang jauh dalam lubuk hatinya amat sangat menghargai proses kehidupanku sebelumnya, yang sejauh ini masih dalam diam menatapku dari jauh dengan penuh cinta layaknya seseorang yang belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Seseorang yang terus berdoa di dalam setiap shalatnya agar Allah mengizinkannya mengetuk pintu hatiku dan memohon kepada-Nya untuk menganugerahinya kekuatan yang besar untuk meyakinkanku dan keluargaku bahwa ia mampu membahagiakanku selamanya. Seseorang itu ada di sekelilingku. Hanya saja, aku belum menyadari perasaannya. Ia begitu pintar menutup rapat hatinya, agar cintanya tetap terjaga.

Maka Allah susun rencana yang sungguh di luar dugaan. Allah gerakkan dirinya siang ini, membuatnya lupa membawa barang penting sehingga ia harus lari kembali ke rumahnya untuk mengambil barang penting itu. Hingga akhirnya, untuk pertama kali dalam hidupnya ia tertinggal kereta. Tiga puluh menit ia berusaha menenangkan diri karena kereta selanjutnya terlambat datang. Salju terlalu tebal, jadwal kereta tidak dapat diprediksi. Ia gusar, tetapi berusaha meyakini bahwa rencana Allah lebih indah dari rencananya yang terindah.

Kereta hijau terang yang berwarna amat sangat kontras dengan gelapnya awan di langit, datang pada akhirnya disertai desahan panjang dirinya karena kedinginan menunggu di bawah cuaca ekstrim. Saat ia berusaha mencari bangku untuknya duduk, Allah arahkan kedua matanya kepada seorang wanita yang sedang menatap langit sembari menangis. Otaknya tiba-tiba memerintahkan kedua kakinya untuk berhenti mencari tempat duduk. Ia menatapku dari jauh tanpa aku sadari. Hatinya bergejolak marah karena dapat menebak hal apa yang membuatku menangis. Ia marah kepada seseorang yang pernah dengan kurang ajar melukai hatiku ini. Tangannya mengepal, tak sanggup menatapku terlalu lama—pandangannya hanya mampu beralih menatap pintu kereta, ia membuka handphonenya dan menulis sesuatu di dalam grup keluarganya, 

Ich kann nicht mehr warten2
I will tell her as soon as possible.(14.04)

Ezra
Ach du Meine Güte!!3 
KOK ELO BISA TIBA2 YAKIN GITU??
GIMANA CERITANYA, WOII!! (14.06)
Mas Andra
YA RABB!! (14.06)
Mba Freya
SUMPEH LO, DEMI APAAA!! (14.06)
Rhea
YA ALLAH! YA ALLAH! YA ALLAH!!! (14.06)
Tante Silvi
Keponakan tante istikharahnya udah berapa kali?? (14.07)
Ezra
Udah sering dia, ma ahaha
udah berbulan-bulan tiap hari malah, 
ga bolong. kurang apa coba?LOL
Eh tapi seriusan nih, beneran?? (14.07)
Ayah
Nak, udah siap?
Kapan mau bilangnya? (14.07)
Ibu
Masya Allah, anak ibu.
Alhamdulillah udah manteep
Kok tiba2 bisa yakin, nak? (14.07)
Queen
JANTUNGKU MAU MEROSOT RASANYAA
YOU ARE DA BESSTT!!
JADIKAN AKU BRIDESMAIDNYAAAH, KAKANDAA 
BELI KAEN SERAGAM KE MAYESTIK!! (14.08)
Rhea
IKUUTTT!!! (14.08)
Mba Yuri
MBA, AMPE TERIAK DI MOLL SAKING SENENGNYAA!! (14.08)
Mas Andra
Iya nih, malu2in banget -,- (14.09)
Mba Yuri
kan bahagia aku, maass xDD (14.09)
Lilian
AAAAA #speechless (14.09)
Rhea
ADUUH, AKU BAHAGIAA
#CAPSLOCKGANYANTE (14.09)
Please, ini baru mau bilang ke anaknya.
belum ke bapaknya. ini pd knp sih?-,- (14.10)  
Queen is typing, Mba Freya is typing, Mas Reza is typing, Ayah is typing, Ibu is typing, Tante Silvi is typing, Rhea is typing, Ezra is typing, Lilian is typing

Sungguh istemewa bagaimana Allah membuat rencana dalam menjawab doa-doa yang dipanjatkan dengan hati yang tulus. Doa yang bertemu di atas langit, menjalin menjadi satu bersama-sama memohon kepada Allah untuk mengabulkan doa. Allah tersenyum, kemudian membuat rencana. Bukan rencana yang indah dalam pandangan manusia pada awalnya, tetapi indah pada akhirnya jika bersabar dan berbaik sangka kepada-Nya. 

Sampai detik ini aku tidak pernah tahu, bahwa ia meminta diyakinkan oleh Allah dalam istikharahnya bahwa memilihku adalah keputusan yang tepat. Ia berdoa, agar ditunjukkan suatu kejadian yang membuatnya merasa benar-benar yakin bahwa akulah jawabannya. 

Allah menjawab doanya dengan rencana yang sungguh di luar akal sehat manusia. Berawal dari tertinggal barang yang menurutnya penting, berlanjut ketinggalan kereta, pada akhirnya ia melihat sesuatu yang membuatnya merasa memiliki keyakinan penuh akan istikharahnya selama berbulan-bulan. Ia, Allah yakinkan dengan kejadian sederhana; Sebuah perasaan yang berteriak, “Enough. I refuse to see those sad tears anymore. Izinkan aku menggilas habis memori buruknya dengan memori indah, Ya Allah. Berikan aku kekuatan untuk membuatnya bahagia…”

Hari itu, dalam perjalanan menuju pusat kota Hannover…
di siang hari yang gelap, di tengah cuaca yang dingin,
aku belum tahu bahwa doaku sudah dikabulkan oleh-Nya.
Sepertinya hujan salju mengantarkan doaku lebih cepat sampai ke langit,
hingga Allah mengabulkan doaku bersamaan dengan air mata yang menetes turun.

Ia akan segera diantarkan. 
Pria yang kualitasnya berkali-kali lipat jauh lebih baik, akan segera diantarkan oleh Allah ke hadapanku segera. Dari atas langit, Allah tersenyum sembari mengatakan, “My dear, kau memang pantas mendapatkan pria yang jauh lebih baik. Aku berikan dirinya untukmu atas kesabaranmu yang tanpa batas. Terima kasih karena selalu berusaha percaya kepada-Ku.”

Awan gelap tiba-tiba bergeser, perubahan cuaca negara ini sungguh tak dapat diterka. Langit Kota Hannover perlahan nampak bercahaya karena upaya sang sinar mentari mencoba mengusir pergi awan-awan keruh yang mengganggu. Aku menatap ke atas langit, lalu tersenyum penuh cinta. 

Ntah bagaimana, hari itu tiba-tiba aku merasa bahagia.


Catatan Kaki :
1) U-Bahn : Underground Railway (kereta bawah tanah)
2) Ich kann nicht mehr warten : Aku sudah tidak sanggup lagi menunggu
3) Ach du Meine Güte! : OH MY GOD!

You Might Also Like

12 comments

  1. Jazakillah khairan kak nadhira. Tulisan kakak buatku semangat lagi dalam berdoa yang tadinya aku lelah jadi naik lagi berharap lebih sama Allah. ����

    ReplyDelete
  2. ablaaaaaaa.....

    lemme send virtual hugss for you..

    we've similar story, but yours is harder i think..

    tapi sama sama menguras hati dan me-roller coaster-kan emosi..

    aku ga seberani dirimu menuliskan perasaan ..

    thanks for always inspiring, ablaaa...

    baarokallaahu fiik :*

    ReplyDelete
  3. Baru baca serial volkert family ini dan langsung baca 18 chapternya dalam 2 hari.
    Bagus sekali ceritanya, mbak dhira, banyak pesan-pesan nya tapi tetep fun.
    Dilanjutin terus ya, mba dhira, serial volkert family nya.

    ReplyDelete
  4. Welocome back dhiir :) , seneeeeng sudah bisa baca serial volkert lagi.Semoga Allah terus memberkahi mu.

    ReplyDelete
  5. Keren ka Nadhira ini hehe, doain kita kita ka dhira

    ReplyDelete
  6. Keren ka Nadhira ini hehe, doain kita kita ka dhira

    ReplyDelete
  7. keren kak! tolong dilanjutkan! ehehe

    ReplyDelete
  8. sampai disini, terharu bacanya. Lanjutin segera kak ceritanya

    ReplyDelete
  9. Assalamualaikum mbak dhira, aku suka sama tulisan2 mbak, semoga lelah mbak dhira menjadi Lillah, semoga Allah menguatkan mbak Dhira disetiap langkah kaki mbak,

    ReplyDelete
  10. baru baca lagi setelah 2 tahun lalu,, masya Allah.. masih ada lanjutannya gak nih dira? :)

    ReplyDelete
  11. MasyaAllah,,, masyaAllah....
    Terimakasih mba Dhira ceritanya sangat menginspirasi, terus berkarya dan semoga menjadi ladang amal pahala buat mba Dhira 💕

    ReplyDelete

Like us on Facebook

Follow me on IG : @nadhiraarini