Saat Mencoba Memantaskan Diri...

April 01, 2016

Volkert Family 15, dari sudut pandang seorang wanita yang sedang mampir ke Hannover untuk bertemu dengan sahabat lama.

Baca ini dulu sebelum melanjutkan (klik link) ~> Volkert Family Trees & Sinopsis Cerita

Genre : Friendship, Romance
Sinopsis : Percayalah dengan janji Allah, jangan pernah berhenti memantaskan diri, ya…

Word Count : 1040/1500

Suatu hari, aku mendengar seorang sahabat wanitaku bercerita. Aku ingat, kala itu di Musim Panas, kami berdua duduk di bawah pohon rindang melindungi diri dari sinar matahari Kota Hannover—yang ntah kenapa bersinar terlalu terik dari seharusnya. 

Ia berkata kepadaku bahwa ia sudah berusaha sekuat tenaga memantaskan diri. Belajar agama lebih dalam, menentukan visi pernikahan secara detail, terus belajar mengontrol emosi karena ia sadar bahwa selama ini ia adalah pribadi yang sangat emosional, berusaha belajar dari A sampai Z segala hal tentang persiapan akan kehidupan pernikahan, pokoknya apapun sudah ia lakukan untuk memantaskan diri.


Ia menarik nafas panjang ketika bercerita pada bagian ini, “Mengapa, setiap pria yang datang tiba-tiba mundur perlahan dengan alasan bahwa aku terlalu tinggi? Terlalu hampir sempurna, sampai mereka merasa tidak pantas menjadi pendamping hidupku?” kedua matanya menerawang lalu melanjutkan, “bukankah aku sudah berusaha keras memantaskan diri? Mengapa sebagian besar pria yang datang, memiliki alasan serupa?”

Lalu aku menatapnya dan memberikan pertanyaan sederhana, “Apa yang sudah kamu lakukan, ketika menghadapi pria-pria yang datang itu?”

Ia menatapku lama, membiarkan khimar ungu mudanya bergoyang-goyang tertiup angin panas yang sama sekali tampak tidak membantu menenangkan hatinya, sampai pada akhirnya ia menjawab, “Aku sudah menurunkan standarku. Kamu tahu, aku sudah menuliskan dengan detail karakter suami seperti apa yang aku inginkan, lalu aku bayangkan dan aku doakan setiap hari. Tetapi ketika pada akhirnya ada pria yang datang berkata serius ingin melamarku, ternyata tidak sesuai dengan apa yang aku doakan selama ini, maka aku turunkan standarku. Aku khawatir, aku meminta terlalu berlebihan kepada Allah. Itulah sebabnya aku berusaha menerimanya apa adanya,” sahabatku menatapku memastikan dengan kedua matanya bahwa aku mendengarkan. 

Lalu ia melanjutkan, “tapi selalu begitu. Ayahku menolak lamarannya dan pria itupun berkata kepadaku bahwa karena aku terlalu tinggi, terlalu hampir sempurna, terlalu A,B,C,D, sehingga aku tidak sebanding dengannya yang masih di bawah. Salahkah aku terus menerus memperbaiki diri? Berusaha terus naik tangga ke atas agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi? Tetapi kenapa selalu tidak ada yang cocok? Mengapa ayahku terus-terusan menolak lamaran pria yang datang? Tidak adakah pria yang sesuai, yang pada akhirnya bisa diterima di keluargaku? Dan mengapa pria-pria itu selalu begitu terus alasannya? Haruskan aku berhenti memantaskan diri, supaya pada akhirnya ada pria yang bisa mengejarku?” Ujarnya frustasi.

Aku menggeleng, lalu tersenyum, “Bukannya tidak ada yang cocok, hanya belum ketemu saja. Tidak, jangan pernah berhenti memantaskan diri. Aku pernah membaca sebuah quote dalam Bahasa Inggris karya Michael E. Reid, sepertinya cocok untuk menenangkan hatimu yang gundah sekarang. Mau dengar?”

Sahabatku menganggukkan kepalanya dengan antusias, lalu kedua matanya berbinar penasaran. Ia cantik, sangat cantik. Kecantikannya mengundang banyak pria yang datang, kegigihannya terus memantaskan diri yang membuatnya naik jauh lebih tinggi diatas wanita lain seusianya, hal itu juga yang membuat pria yang tadinya sudah mencoba datang, mundur teratur karena merasa ia terlalu tinggi dan sulit untuk digapai. 

Aku menggenggam kedua pundaknya dan berkata sambil menatap kedua matanya, “Dear Arianna, sometimes—you’ll just be too much woman. Too smart, too beautiful, too strong, too much of something. That makes a man feel like less of a man. Which will start making you feel like you have to be less of a woman.” Ujarku.

Ia mengangguk, tanda mengerti, “Lalu…lalu?” Ujarnya memaksaku untuk terus melanjutkan.

Aku tersenyum, lalu akhirnya melanjutkan, “The biggest mistake you can make is removing jewels from your crown to make it easier for a man to carry.” 

Ia menutup mulutnya, karena terkejut, “Removing jewels from my crown…” ujarnya mengulang-ngulang, “sama seperti ketika aku menurunkan standarku akan pria begitu, ya? Karena takut tidak ada yang menyukaiku karena mereka selalu bilang aku terlalu tinggi, maka aku…” ia tidak dapat melanjutkan. Kedua mata indahnya sibuk kembali menerawang, “ah…” Lalu ia menundukkan kepalanya.

Aku mengangguk, menggenggam kedua tangannya untuk menguatkannya, lalu kembali melanjutkan, “When this happens, I need you to understand, you do not need a smaller crown, Arianna—you just need a man with bigger hands.” 

Sahabatku mengangat kepalanya, menatapku dengan pandangan berkaca-kaca dan tersenyum manis sekali, “Kamu benar…” Ujarnya lembut.

“Berdoalah dengan keyakinan bahwa doamu akan dikabulkan oleh Allah, Arianna. Lalu mintalah kepada-Nya agar kamu dapat menerima segala keputusan yang Allah berikan kepadamu dengan lapang dada. Jadi, ketika banyak pria beralasan kamu terlalu tinggi atau apapun, biarkanlah mereka dengan pendapatnya. Jangan terlalu fokus kepada pria seperti itu, jangan pernah menurunkan standar doamu, yakinlah kepada Allah seratus persen, bahwa kamu pantas mendapatkan pria yang jauh berkali-kali lipat lebih baik dibandingkan pria yang hanya bisa mengeluh dan beralasan bahwa kamu terlalu tinggi—remember, you just need a man with bigger hands, Arianna. Suatu saat akan datang pria, yang datang dengan segala kegagahan luar biasa, yang mampu meyakinkan ayahmu, yang paling tampan rupa dan akhlaknya, yang paling luas rezeki juga ilmunya dan yang terpenting ia adalah seorang pria yang sanggup membawa mahkota dengan berlian indah yang sudah kamu buat ketika memantaskan diri, lalu menaruh mahkota itu perlahan ke atas kepalamu.”

Aku menatap sahabatku yang senyumannya sudah kembali menghiasi kedua bibir indahnya sekarang, lalu aku melanjutkan, “Ketika kamu bertemu pria seperti itu maka In Syaa Allah—he is a man with bigger hands that you are looking for, my dear.” Ujarku sambil berbisik dan kami berduapun tertawa bersama.

Kami terlarut dalam pembicaraan yang sangat seru, sampai kami berdua tidak menyadari kehadiran seseorang yang sedang duduk dibalik pohon tidak jauh dari kami duduk, mungkin saja ia mendengar semua percakapan kami, aku tidak tahu. Satu hal yang aku tidak tahu juga adalah ia menuliskan sesuatu di buku catatannya dengan tulisan yang rapi, “a man with bigger hands…” lalu tersenyum puas.

Hal terakhir yang aku ingat adalah ketika pria itu berdiri, berhasil membuat kami menyadari akan kehadirannya. Siapa yang tidak sadar jika ada sosok pria tinggi besar berdiri tiba-tiba? Postur tubuhnya amat sangat mencolok apalagi wajahnya—lebih mencolok lagi.

Ia berdiri, mengalihkan pandangannya ke arah kami. Pria itu menatapku sekilas, lalu memandang sahabatku agak lama dengan sorot mata tak terbaca. Kemudian ia pergi, bergerak ke arah perpustakaan dan menghilang dari pandangan.

“Kamu kenal?” Tanyaku kepada sahabatku yang tiba-tiba duduk diam termangu, keningnya berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu.

Sahabatku menatapku lalu berkata ragu, “Tidak. Tapi tatapan matanya tidak asing.”

Mendengar jawabannya, saat itu juga ntah bagaimana feelingku mengatakan bahwa—keajaiban mungkin akan terjadi sebentar lagi.
---------------------
Volkert Family 1, Chat Room Keluarga Masa Kini 1 : http://www.nadhiraarini.com/2015/12/chat-room-keluarga-masa-kini-1.html
Volkert Family 2, Ketika Cinta Begitu Berat : http://www.nadhiraarini.com/2015/09/ketika-cinta-begitu-berat.html
Volkert Family 3, Ketika Aku Merindukannya : http://www.nadhiraarini.com/2015/12/ketika-aku-merindukannya.html
Volkert Family 4, Chat Room; Keluarga Masa Kini 2 - Salah Jalan : http://www.nadhiraarini.com/2015/12/chat-room-keluarga-masa-kini-2-salah.html
Volkert Family 5, Ketika Kenyataan Itu Memilukan : http://www.nadhiraarini.com/2016/01/ketika-kenyataan-itu-memilukan.html
Volkert Family 6, Buku Catatan Terkutuk : http://www.nadhiraarini.com/2016/02/buku-catatan-terkutuk.html
Volkert Family 7 : Namamu Siapa? : http://www.nadhiraarini.com/2016/02/namamu-siapa.html
Volkert Family 8 : Hati yang Tertusuk Puluhan Anak Panah http://www.nadhiraarini.com/2016/02/hati-yang-tertusuk-puluhan-anak-panah.html
Volkert Family 9 : Permohonan Terakhir Sepasang Cincin : http://www.nadhiraarini.com/2016/02/permohonan-terakhir-sepasang-cincin.html
Volkert Family 10 : Surat Kaleng : http://www.nadhiraarini.com/2016/02/surat-kaleng.html
Volkert Family 11 : Cinta yang Membutakan : http://www.nadhiraarini.com/2016/03/cinta-yang-membutakan.html
Volkert Family 12 : Selalu Salah Jalan : http://www.nadhiraarini.com/2016/03/selalu-salah-jalan.html
Volkert Family 13 : Saat Empat Malaikat Turun Ke Bumi : http://www.nadhiraarini.com/2016/03/saat-empat-malaikat-turun-ke-bumi.html
Volkert Family 14 : Kegaduhan Di Dalam U-Bahn : http://www.nadhiraarini.com/2016/03/kegaduhan-di-dalam-u-bahn.html

You Might Also Like

24 comments

  1. Wooow... a man with bigger hands :'D (y)

    ReplyDelete
  2. Dhiraaa... Aku makin penasaran sama kelanjutan ceritanya 😂. Btw, aku suka deh sama quote dicerita ini 😁. Semangatt terus ya Dhira 😊

    ReplyDelete
  3. Nah, begini lebih enak, lebih fokus... :D

    ReplyDelete
  4. kehidupan asmara dan islam dalam satu kemasan, love it so much kak!

    ReplyDelete
  5. Wah...kerennn.....a man with biggers hands... 😍 penasaran keajaiban apa yg terjadii...hehee

    ReplyDelete
  6. Siapa ya sosok pria tinggi besar yg tiba2 berdiri itu? Lalu keajaiban apa yg akan terjadi? Hmm, jadi penasaran nih ka dhira. Di tunggu kelanjutan volkert familynya :)

    ReplyDelete
  7. Mbaa dhiraa kapan keluar lagi seri volkertnya? Ga sabar menanti 😙😙😙

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. prikitiew....Mbaknya.....oke....

    ReplyDelete
  10. "A man with bigger hands"
    mau satu yang kayak keinan dong mbak nadhir wkkxD
    Ohiya izin minjem quotesnya ya mbak, aku sertain kredit link blog ini kok:)
    Makasih mbak:))

    ReplyDelete
  11. dduuhh ceritanya sangat menarik, banyak pelajaran yang dapat dipetik, ditunggu kelanjutannya ya kak

    ReplyDelete
  12. Lanjutannya mana ya? Udah nungguin nih. HAHAHA.

    ReplyDelete
  13. Lanjut dong mba, rindu banget dengan kelanjutannya makin seru ajah...

    ReplyDelete
  14. Lanjutin ka, udah beberapa kali cek blog kaka masih belum update lagi 😞😞😞

    ReplyDelete
  15. Ka Dhiraaa, udah lama ga di update
    sediih :"""

    ReplyDelete
  16. mba dhiraa, kami menunggu kelanjutannya yaa :D. Semangat

    ReplyDelete
  17. assalamualaikum,, salam kenal mbak dhira. saya iin dari Pontianak. izin baca blog mbak. :) semangat terus buat mbak. tulisannya menarik.

    ReplyDelete
  18. ini mah sebenernya kisah nadhira arini yak bukan arianna :p yang lagi memantaskan diri :D wait ur bigger hands man, dhir aablaaa! :*

    ReplyDelete
  19. “The biggest mistake you can make is removing jewels from your crown to make it easier for a man to carry.”

    Duhh, ini yang paling ngena mbak Dhira.

    ReplyDelete
  20. The way you writes is so beautiful.. alur dan karakter tokohnya seolah hidup saat dibaca. keep writing ^^

    ReplyDelete
  21. Masyaallah Dhira...
    "The Biggest Mistake you can make is removing jewels from your crown to make it easier for man to carry."
    Ini aq banget 😢😢
    Thanks ya Dhira, aq jd sadar...
    Ijin kutip quotenya ya... 😁

    ReplyDelete
  22. Pesan intinya sama seperti novel saya. Hanya saja yang ini settingnya lebih kaya

    ReplyDelete

Like us on Facebook

Follow me on IG : @nadhiraarini